HALSEL,JNTv – Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Marhaenisme (DPC GPM) Kabupaten Halmahera Selatan memberikan kritik tajam terhadap pemerintah daerah terkait pelantikan empat kepala desa yang tengah menuai polemik. Kecurigaan baru muncul setelah Wakil Bupati Halmahera Selatan, Helmi Umar Muksin, menyatakan tidak mengetahui agenda pelantikan tersebut.
Ketua DPC GPM Halsel, Bung Harmain, menyampaikan bahwa pernyataan Wakil Bupati tersebut menimbulkan dugaan kuat adanya konspirasi politik di internal Pemerintah Daerah Halmahera Selatan.
“Empat desa tersebut ramai diperbincangkan masyarakat. Pelantikannya dilakukan secara resmi sebagai agenda daerah. Namun, masa Wakil Bupati tidak tahu? Hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Jangan-jangan ini merupakan konspirasi elit untuk menutupi kesalahan administratif, atau bahkan sebagai pengalihan opini publik,” ujar Bung Harmain.
Pelantikan empat kepala desa pasca putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang diduga bermasalah ini meliputi Desa Gandasuli, Kecamatan Bacan Selatan; Desa Goro-Goro, Kecamatan Bacan Timur; Desa Loleongusu, Kecamatan Mandioli Utara; dan Desa Kuo, Kecamatan Gane Timur. Hingga saat ini, pelantikan tersebut masih menjadi polemik dan menuai protes dari berbagai pihak, karena diduga melanggar putusan PTUN serta prinsip transparansi dalam tata kelola pemerintahan.
Situasi makin diperparah ketika Wakil Bupati Helmi Umar Muksin secara terbuka menyatakan, saat menemui massa aksi pada 8 September lalu, bahwa dirinya tidak mengetahui proses pelantikan yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Halsel. “Ini sangat aneh,” tambah Bung Harmain.
Hal ini harus menjadi perhatian DPRD Halsel, karena jika benar terjadi, maka berpotensi melanggar Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Di dalamnya tercantum beberapa asas penting, yaitu asas keterbukaan, akuntabilitas, kepastian hukum, larangan penyalahgunaan wewenang, dan koordinasi.
AUPB menjadi pedoman bagi pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan tindakan administratif. Jika bahkan Wakil Bupati tidak mengetahui agenda pelantikan kepala desa, maka hal ini bukan hanya menunjukkan persoalan etika, tetapi juga legalitas tata kelola pemerintahan yang dapat masuk dalam kategori maladministrasi.
DPC GPM Halsel menegaskan bahwa ketidaktahuan Wakil Bupati atas agenda resmi pemerintahan merupakan pelanggaran serius terhadap AUPB. Pelantikan kepala desa adalah agenda strategis yang semestinya dikoordinasikan secara vertikal dalam internal eksekutif.
“Jika Wakil Bupati tidak mengetahui agenda pelantikan, maka bukan hanya etika yang bermasalah, tetapi juga legalitas tata kelola pemerintahan. Ini bisa masuk kategori maladministrasi,” tegas Harmain.
Oleh karena itu, DPC GPM Halsel meminta DPRD untuk turun tangan dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) serta menggunakan Hak Angket sebagai langkah konstitusional dalam menanggapi dugaan masalah yang terkait pelantikan empat kepala desa tersebut.
“Pembentukan Pansus dan penggunaan Hak Interpelasi atau Hak Angket terhadap Bupati Bassam Kasuba adalah langkah konstitusional DPRD, agar tidak sekadar menjadi penonton,” ungkap Harmain.
Ketua DPC GPM Halsel yang juga Mahasiswa Hukum Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Alkhairaat Labuha ini menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu tersebut demi memastikan pemerintahan daerah berjalan berdasarkan prinsip hukum, etika, dan akuntabilitas.
“Jika tata kelola seperti ini terus dipertahankan, maka rakyat hanya akan menjadi korban dari konflik elit. Kami akan terus bersuara hingga publik mendapatkan kejelasan dan keadilan,” pungkas Harmain.
