HALSEL,JNTv – Dunia pendidikan Halmahera Selatan kembali diguncang peristiwa memalukan. Sekitar 20 siswa SMA Negeri 7 Halsel secara brutal melakukan pengeroyokan terhadap seorang pemuda asal Kampung Makian. Aksi beringas itu membuat korban terkapar dengan wajah penuh luka, sekujur tubuh lebam, dan benjolan besar di bagian kepala akibat dihantam puluhan pukulan.
Peristiwa itu terjadi pada dini hari, 10 September 2025, di sekitar pemukiman warga. Saksi mata menyebut korban dikepung oleh puluhan siswa berseragam sekolah. Mereka menghujani korban dengan tendangan dan pukulan secara bergantian tanpa ampun. Warga dan teman korban yang mencoba melerai justru kewalahan karena jumlah pelaku sangat banyak.
Kejadian itu langsung menyulut amarah keluarga dan masyarakat sekitar. Tidak sedikit yang menilai insiden tersebut lahir dari gagalnya pengawasan pihak sekolah terhadap siswa-siswinya. Kritik keras pun mengalir, salah satunya datang dari Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Maluku Utara.
Ketua SEMMI Malut Sarjan Hi Rifai, menilai Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Halsel tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal. Menurut mereka, lemahnya kontrol itulah yang membuat siswa bebas bertindak semaunya, hingga berujung pada aksi brutal yang mencoreng dunia pendidikan.
“Gubernur Sherly Tjoanda harus segera mengevaluasi bahkan mencopot Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Halsel. Kami menilai kinerja Kepsek tidak serius membina anak didik. Buktinya, banyak siswa seenaknya berkeliaran di luar jam pelajaran tanpa pengawasan,” tegas Sarjan Ketua SEMMI Malut.
Tudingan itu bukan tanpa dasar. Warga yang bermukim di sekitar lingkungan sekolah kerap melihat pemandangan miris. Puluhan siswa dengan seragam lengkap kerap memanjat pagar sekolah, keluar masuk sesuka hati, bahkan ada yang merokok di pinggir jalan sambil mengumbar kata-kata kasar.
Fenomena itu dinilai sebagai bukti nyata betapa sekolah tidak lagi menjadi tempat pembinaan karakter, melainkan berubah menjadi ruang bebas yang gagal menanamkan disiplin dan nilai moral. Warga menilai kondisi ini sudah lama dibiarkan tanpa adanya langkah tegas dari pihak sekolah.
Aksi pengeroyokan pada 10 September menjadi puncak dari masalah yang selama ini ditutup-tutupi. Seorang pemuda Makian menjadi korban kebrutalan 20 siswa lebih. Korban yang tak berdaya dipukuli hingga wajahnya berlumuran darah. Bagian kepala korban juga membengkak besar akibat benturan benda tumpul.
“Ini bukan sekadar kenakalan remaja. Ini sudah tindak kriminal yang sangat serius. Bagaimana mungkin anak-anak sekolah bisa bertindak seperti geng jalanan, apalagi sampai merusak nyawa orang lain?” ujar Salah Satu Keluarga Korban.
Desakan publik semakin kuat agar aparat penegak hukum segera bertindak tegas. Warga meminta polisi tidak pandang bulu dan menyeret semua pelaku ke meja hukum, meski status mereka masih pelajar. Menurut warga, jika kasus ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi generasi muda di Halmahera Selatan.
Di sisi lain, SEMMI Malut juga menyoroti lemahnya peran Dinas Pendidikan Maluku Utara. Mereka menilai dinas terkesan tutup mata terhadap berbagai persoalan pendidikan di daerah, sehingga kasus kekerasan pelajar terus berulang tanpa solusi.
Kritik tajam juga diarahkan kepada Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda. Sarjan juga menegaskan, sebagai kepala daerah, Bassam tidak boleh tinggal diam. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja kepala sekolah harus dilakukan segera demi menyelamatkan citra pendidikan di Halsel.
Hingga kini, pihak SMA Negeri 7 Halsel belum memberikan keterangan resmi terkait kasus ini walupun telah di hubungi berulang kali oleh awak media. Aparat kepolisian disebut sudah mengantongi identitas sejumlah pelaku, termasuk salah satunya yang berinisial MS (17) alias Asura, yang diduga kuat menjadi bagian dari pengeroyokan tersebut.
Masyarakat menunggu langkah tegas dari semua pihak. Kasus pengeroyokan ini bukan hanya sekadar persoalan kriminal, tetapi juga cermin gagalnya sistem pendidikan dalam membentuk akhlak dan perilaku generasi muda. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin sekolah justru menjadi ladang lahirnya generasi brutal yang jauh dari nilai kemanusiaan.(**)
