1 Desember 2025
IMG_20250907_191810

Oleh : Anak Rantau

Opini,JendelaNewsTV.com – Pertanyaan ini selalu menggema dalam hati banyak orang: bagaimana Tuhan memandang seorang pelacur yang menggadaikan tubuhnya demi menyambung hidup anak-anaknya? Apakah ia hanya dilihat sebagai pendosa yang terkutuk, atau justru seorang ibu yang sedang berperang dengan nasib? Dalam kesunyian doa, kita sering lupa bahwa di balik setiap jalan hidup yang penuh luka, ada alasan yang tak pernah sederhana.

 

Seorang pelacur mungkin dibenci manusia, dipandang hina masyarakat, dan dijauhi oleh para tetangga. Tetapi, pernahkah kita bertanya: apa yang membuatnya rela menanggung aib itu? Kadang bukan karena nafsu, bukan pula karena kesenangan, melainkan karena perut anak-anak yang menangis di rumah, karena hutang yang menjerat, atau karena tak ada pintu pekerjaan yang terbuka untuknya. Di titik itu, dosa menjadi perdebatan, sementara kemanusiaan menjadi taruhan.

 

Tuhan tidak pernah melihat hanya pada kulit luar. Ia Maha Mengetahui isi hati setiap hamba. Mungkin manusia hanya melihat tubuh yang dijual, namun Tuhan melihat air mata yang jatuh setelah setiap transaksi. Manusia menilai dari penampilan, tapi Tuhan menilai dari niat dan perjuangan. Bukankah kasih sayang Tuhan lebih luas dari sekadar hukum yang dibuat manusia?

 

Bagaimana jika di hadapan Tuhan nanti, seorang pelacur berkata: “Ya Allah, aku tidak pernah ingin hidup begini. Aku tidak pernah ingin menjadi perempuan murahan. Tapi aku memilih jalan ini karena anak-anakku lapar, karena suamiku pergi, karena dunia menutup pintu untukku. Apakah Engkau akan membuangku, sementara aku rela menanggung aib demi mereka yang kucintai?”

 

Pertanyaan ini mengguncang hati. Siapa dari kita yang berani memastikan jawabannya?

 

Kita sering mudah menghukum. Lidah manusia lebih cepat daripada akal sehat. Tetapi, apakah kita pernah tahu, mungkin ada pelacur yang shalatnya lebih khusyuk daripada kita, doanya lebih tulus, air matanya lebih jujur. Mungkin Tuhan lebih dekat dengannya, sementara kita sibuk merasa suci. Bukankah sejarah pernah mencatat, seorang pelacur diampuni dosanya hanya karena memberi minum seekor anjing kehausan?

 

Tuhan adalah Hakim yang paling adil. Ia menimbang dengan ukuran yang tidak dimiliki manusia. Ketika manusia hanya melihat dosa, Tuhan melihat perjalanan. Ketika manusia hanya mencatat aib, Tuhan mencatat perjuangan. Bukankah mungkin saja seorang pelacur lebih mulia di mata Tuhan daripada seorang pejabat yang korupsi, daripada seorang penguasa yang menindas, atau seorang ulama yang lidahnya penuh dusta?

 

Apakah seorang pelacur akan langsung dilempar ke neraka? Tidak ada satu pun manusia yang boleh memastikan. Kita hanya diajarkan untuk beribadah, bukan untuk menghakimi. Kita hanya diminta menolong, bukan mencaci. Biarlah Tuhan yang menimbang, sebab Dialah yang paling tahu seberapa berat penderitaan hidup yang menjerumuskan seseorang ke jalan yang hina.

 

Seorang ibu yang rela menjual dirinya demi sesuap nasi anak-anaknya mungkin tidak suci di mata manusia, tetapi bukankah kasih sayang kepada keluarga juga bentuk pengorbanan yang luhur? Jika manusia bisa memahami cinta seorang ibu, bagaimana dengan Tuhan yang menciptakan cinta itu? Mungkinkah Ia menutup mata atas ketulusan hati meski jalannya penuh dosa?

 

Mungkin, di pengadilan Tuhan, seorang pelacur tidak hanya ditanya tentang dosanya, tapi juga tentang cintanya, tentang air matanya, tentang pengorbanannya. Dan mungkin, di sana, kita akan terkejut melihat banyak orang yang kita anggap hina justru mendapat tempat mulia, sementara banyak orang yang kita anggap suci ternyata tertolak. Sebab ukuran Tuhan tak sama dengan ukuran manusia.

 

Karena itu, berhati-hatilah dalam menilai. Jangan cepat mencaci, jangan mudah menghakimi. Sebab siapa tahu, doa seorang pelacur yang penuh penyesalan justru lebih tinggi nilainya di sisi Tuhan daripada seribu sujud kita yang penuh kesombongan. Pada akhirnya, hanya Tuhan yang tahu, hanya Tuhan yang memutuskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *