Maluku Utara,JendelanewsTV.com – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Ternate dalam perkara perdata No.78/Pdt.G/2021/PN.Tte menuai sorotan dan kritik tajam dari berbagai kalangan masyarakat. Sejumlah pihak menduga putusan tersebut cacat secara hukum formil maupun materil, terutama terkait status tanah warisan keluarga Baay yang menjadi objek sengketa.
Dalam perkara tersebut, tergugat I Arafat Baay dan tergugat II Neisa Baay, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 22 Desember 2021, digugat oleh pihak yang masih satu keluarga (Felix Baay) terkait kepemilikan sebidang tanah eks Verponding No.315 seluas 514,13 m² beserta bangunan semi permanen di atasnya yang terletak di Jalan Sultan Babullah di RT 07/RW 04, Kelurahan Makassar Timur, Kecamatan Ternate Tengah.Felix Baay dalam Gugatan nya menyebutkan ada nya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Nyong Arafat Baay dan Neisa Baay.Dibangun Kamar kos-kosan dan disewa kan sehingga menimbulkan kerugian materil.
Tanah yang disengketakan disebut sebagai milik almarhum Hadji Omar Hasan Baay dan almarhumah Eng Baay, yang diketahui merupakan kakak kandung dari para penggugat dan tergugat. Dengan demikian, objek sengketa sejatinya masih berstatus sebagai harta warisan keluarga besar Baay yang belum dibagi secara hukum waris.
Seharusnya, sesuai ketentuan Pasal 49 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, perkara yang berkaitan dengan warisan termasuk dalam yurisdiksi Pengadilan Agama. Maka dari itu, dilayangkannya gugatan ke Pengadilan Negeri diduga kuat sebagai kekeliruan formil dan melanggar kompetensi absolut.

Rinno Hadinata, S.Sos, cucu ahli waris almarhum Haji Saleh Bin Haji Umar Baay, Direktur Rumah Inspirasi Indonesia dan juga Ketua DPW Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (FABEM) Sumatera Utara menyoroti sejumlah kejanggalan dalam perkara tersebut.
“Mahkamah Agung (MA) kita minta mengevaluasi putusan hakim dalam perkara tersebut,” katanya.
Rinno juga menyebutkan setidaknya terdapat 10 poin penting yang menegaskan adanya kejanggalan serius dalam proses hukum dan substansi perkara;
Pertama; Gugatan Tidak Menjelaskan Batas Tanah Secara Jelas. Gugatan tidak menguraikan secara tegas batas batas dan luas tanah yang diklaim telah diperoleh melalui pemberian maupun pembelian.
Kedua; Dualisme Kepemilikan. Terdapat dua klaim kepemilikan atas satu surat Verponding No.315, yakni dari almarhum Abdullah Baay dan almarhum Muhammad Noerdin Baay, namun tanpa penjelasan batas yang jelas.
Ketiga; Transaksi Tidak Sinkron. Adanya transaksi jual beli yang berbeda waktu antara tahun 1961 dan 1972 yang dijadikan dasar penggugat, memperkuat indikasi kebingungan substansi kepemilikan.
Keempat; Kadaluarsa Gugatan. Mengacu Pasal 1967 KUHPerdata, semua tuntutan hukum terhadap benda hapus setelah 30 tahun. Gugatan yang diajukan tahun 2021/2022 atas dasar transaksi tahun 1972 berarti telah melampaui masa 61 tahun.
Kelima; Modus Transaksi Lama yang Mirip. Sebelumnya terjadi jual beli serupa antara Haji Umar Baay dan Abdullah Baay pada tahun 1948 saat Umar dalam kondisi sakit keras dan meninggal 5 hari setelahnya, yang kala itu juga tidak diketahui oleh istri dan ahli waris.
Keenam; Substansi Hukum Tidak Dipertimbangkan. Hakim PN Ternate dinilai tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum secara komprehensif sebagaimana disampaikan tergugat melalui kuasa hukumnya.
Ketujuh; Permintaan Evaluasi MA. Pihak keluarga mendesak Mahkamah Agung untuk mengevaluasi putusan PN Ternate dalam perkara ini agar tidak terjadi kekeliruan hukum berulang.Gugatan melawan hukum yang dimaksud oleh Felix Baay Terhadap Nyong Arafat Baay dan Neisa Baay tidak tepat,dikarenakan Nyong Arafat Baay sejak lahir bersama orang tua dan Adik-adik nya tinggal satu rumah,hingga orang tua nya meninggal dunia.Adapun dimaksud adanya kerugian materil yang ditimbulkan dibangun nya kos-kosan dan disewakan oleh Arafat Baay itu masih hak yang melekat pada nya,sebagai anak yang tinggal dan merawat orang tua.untuk keberlangsungan kebutuhan hidup setiap hari.Objek tanah dan bangunan yang ada saat ini sudah ada sejak lama,bukan tanah kosong.
Kedelapan; Permintaan Uji Forensik oleh Polda Maluku Utara. Untuk menghindari pemalsuan atau rekayasa dokumen, diminta agar seluruh alat bukti yang diajukan di persidangan diuji secara forensik.
Kesembilan; Penggugat (Felix Baay) melakukan gugatan setelah Alm.Haji Saleh Bin Hi Umar Baay meninggal dunia,saat masih hidup dan sehat kenapa gugatan itu tidak dilakukan.
Kesepuluh; Surat Keterangan dari Kesultanan Ternate Terkait Kedudukan surat Verponding 315 yang menerangkan luas bidang tanah dan status kepemilikan,tidak menjadi pertimbangan hukum oleh hakim pengadilan negeri ternate.
Pemerintah daerah Kota Ternate juga mengeluarkan peraturan daerah, seperti Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009, yang mengatur perlindungan hak-hak adat dan budaya masyarakat adat Kesultanan Ternate.
Dasar hukum untuk surat keterangan dari Kesultanan Ternate pada masa lalu tidak dapat dibandingkan dengan dasar hukum modern. Surat-surat tersebut merupakan produk dari sistem pemerintahan dan hukum adat Kesultanan Ternate yang berlaku pada masa itu, bukan berdasarkan undang-undang modern.
Kasus ini menjadi perhatian luas karena dinilai mencerminkan potensi pelanggaran hukum dalam sistem peradilan perdata di tingkat daerah. Rinno menegaskan.
“Kami hanya ingin keadilan yang sesungguhnya, agar warisan keluarga tidak dikangkangi oleh putusan yang cacat logika hukum,” tegas Rinno Hadinata.
