1 Desember 2025
IMG_9319

Halsel, JNTv – Dugaan perampasan lahan kembali mencuat di Halmahera Selatan. PT Harita Group, perusahaan tambang nikel raksasa yang beroperasi di Kecamatan Obi, dituding merampas lahan seluas 18 hektar milik ahli waris keluarga Arif La Awa tanpa persetujuan dan tanpa kompensasi yang adil,Senin/08/09/2025.

 

Lahan tersebut sejatinya telah lama dikelola oleh keluarga Arif La Awa. Namun, secara sepihak perusahaan mengklaim tanah itu sebagai “lahan liar”. Narasi yang dibangun perusahaan dianggap sangat bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan, sebab tanah itu sejak lama dimanfaatkan masyarakat untuk bercocok tanam dan menjadi sumber kehidupan.

 

Tindakan penguasaan sepihak ini memicu keresahan dan kemarahan warga setempat. Mereka menilai, perampasan lahan bukan hanya merugikan secara materi, tetapi juga melukai martabat masyarakat kecil yang tidak berdaya menghadapi kekuatan modal besar. “Ini bukan sekadar tanah, ini sumber hidup kami yang dirampas,” keluh salah satu warga.

 

Kasus ini mempertegas ketimpangan kuasa antara rakyat kecil dan perusahaan tambang. Warga yang hanya bermodal bukti kepemilikan sederhana harus berhadapan dengan korporasi yang diduga mendapat dukungan dari pihak-pihak berpengaruh. Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa hukum kerap tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

 

LSM Kalesang Anak Negeri (LSM-KANE) menyebut praktik perampasan lahan tersebut sebagai bentuk penjajahan modern. Mereka menilai PT Harita Group menginjak-injak hak masyarakat demi kepentingan bisnis, tanpa memedulikan keberlangsungan hidup warga pemilik tanah.

 

“Perampasan lahan ini adalah kejahatan nyata terhadap rakyat kecil. Tidak boleh dibiarkan. Pemerintah dan aparat hukum harus bertindak tegas,” tegas Ketua LSM-KANE.

 

Risal KANE bahkan mendesak Pengadilan Negeri Labuha untuk segera menghentikan seluruh aktivitas PT Harita Group di lahan milik keluarga Arif La Awa hingga ada keputusan hukum yang sah. Selain itu, mereka menuntut perusahaan memenuhi seluruh perjanjian yang pernah dibuat dengan ahli waris pemilik lahan.

 

Publik menilai kasus ini menjadi ujian nyata bagi penegakan hukum di Maluku Utara. Bila aparat membiarkan perampasan lahan terus terjadi, dikhawatirkan akan menimbulkan konflik agraria berkepanjangan dan menambah deretan luka masyarakat kecil yang tanahnya tergusur oleh kekuatan modal.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *