Halsel, JNTv – Aksi unjuk rasa di Halmahera Selatan kembali memanas. Bentrokan antara massa aksi dengan aparat penegak hukum (APH) pada Selasa siang (2/9/2025) berujung ricuh. Dua aktivis tercatat mengalami luka serius di bagian kepala, sementara seorang lainnya dikabarkan pingsan setelah didorong dalam kerumunan.
Kericuhan terjadi saat massa mencoba menyampaikan aspirasi terkait dugaan penyimpangan kebijakan pemerintah daerah. Namun, bukannya mendapatkan ruang dialog, massa justru dihadang dengan tindakan represif. Beberapa saksi mata menuturkan aparat terlihat mendorong, memukul, bahkan menginjak spanduk yang dibentangkan.
Seorang aktivis yang mengalami luka di kepala langsung dilarikan ke rumah sakit menggunakan kendaraan warga. Darah mengucur deras, sementara kondisi lapangan penuh kepanikan. “Kami hanya ingin menyuarakan kebenaran, tapi justru diperlakukan seperti penjahat,” ungkap salah satu peserta aksi dengan nada geram.
Situasi semakin panas setelah salah seorang demonstran perempuan pingsan di tengah aksi. Massa berusaha memberikan pertolongan, namun akses sempat terhalang barisan aparat. Kondisi itu membuat kemarahan peserta aksi semakin membara, dan orasi-orasi keras menuding aparat telah mencederai demokrasi.
Aktivis menilai tindakan aparat mencerminkan wajah buram penegakan hukum di Halsel. Alih-alih melindungi rakyat dalam menyampaikan pendapat, aparat justru dianggap menjadi alat represi yang membungkam suara kritis. “Ini bukan sekadar pelanggaran hak asasi, tapi pelecehan terhadap demokrasi itu sendiri,” tegas salah satu koordinator lapangan.
Massa menegaskan bahwa aksi mereka adalah murni bentuk kepedulian terhadap kondisi daerah, bukan aksi anarkis. Namun respons berlebihan aparat justru memperkeruh keadaan. Bahkan, sejumlah pengunjuk rasa menyebut tindakan itu bisa memicu perlawanan lebih besar jika terus dibiarkan.
Kecaman pun mulai mengalir dari berbagai pihak, termasuk organisasi kepemudaan dan kelompok mahasiswa. Mereka mendesak agar Kapolres Halsel segera mengambil sikap tegas terhadap anggotanya yang terbukti melakukan kekerasan di lapangan. “Jika aparat tidak bisa menjamin keamanan, maka demokrasi di Halsel sedang sekarat,” ujar salah satu tokoh pemuda.
Hingga berita ini diterbitkan, kondisi dua korban luka masih dalam penanganan medis. Sementara itu, korban yang sempat pingsan sudah siuman setelah mendapatkan pertolongan. Namun trauma dan rasa takut masih membekas di kalangan peserta aksi.
Kasus ini menjadi catatan hitam bagi demokrasi di Halmahera Selatan. Publik kini menunggu, apakah aparat penegak hukum berani mengevaluasi tindakan brutal yang dilakukan anggotanya, atau justru memilih bungkam dan membiarkan kepercayaan masyarakat terus runtuh.(**)
